Begitu hati
dan fikiran kita mulai tergelincir ke dalam perasaan seperti itu,
cepat-cepatlah kendalikan. Segera, alihkan suasana hati ini dengan cara
mengenang segala kebaikan yang pernah dilakukannya terhadap kita, sekecil apa
pun. Ingat-ingatlah ketika ia pernah tersenyum kepada kita. Kenanglah jabat
tangannya yang begitu tulus atau iklasnya yang begitu penuh persahabatan. Atau,
bukankah tempoh hari ia pernah menawarkan untuk mengantarkan kita pulang dengan
motornya ketika kita tengah berdiri menunggu bas kota?
Pendek kata,
ingat-ingatlah hanya hal-hal yang baik-baiknya saja, yang dulu pernah ia
lakukan, seraya memupus sama sekali dari memori fikiran kita segala keburukan
yang mungkin pernah ia perbuatkan.
Allah Taala sungguh Maha Kuasa membolak-balikkan hati
hamba-hamba-Nya. Kita akan kagum sendiri ketika mendapati hasilnya. Betapa
cepatnya hal ini berubah justru sesudah kita berjuang untuk mengubah segala
sesuatu yang buruk menjadi nampak baik.
Bertambah dewasa ternyata tidak cukup hanya dengan bertambahnya
umur, ilmu, atau pun pangkat dan kedudukan. Kita bertambah dewasa justru ketika
mampu mengenali hati dan mengendalikannya dengan baik. Inilah sesungguhnya
kunci bagi terkuaknya ketenangan batin.
Suatu ketika kita dilanda asmara, misalnya. Kalaulah tidak
pernah mahu bertanya kepada diri sendiri, maka akan habislah kita diterjang
oleh gelombang hawa nafsu. Demikian juga kalau kita sedang diliputi sifat sifat
amarah. Sekiranya tidak pernah mahu mengendalikan hati, akan celakalah kita
dibuatnya kerana akan menjadi orang yang berlaku aniaya terhadap orang lain.
Oleh sebab itu, kita harus benar-benar memiliki waktu dan
kesungguhan untuk boleh kita memperhatikan segala gerak-geri dan perilaku hati
ini. Jangan-jangan kita sudah tergelincir menjadi sombong tanpa kita sedari.
Jangan-jangan kita sudah memusnahkan segala amal-amal yang pernah dilakukan
tanpa kita sedari. Jangan-jangan kita sudah termasuk orang yang gemar berlaku
zalim terhadap orang lain tanpa kita sedari. Apabila ini terjadi, maka apa lagi
kekayaan yang boleh menjadi ketenangan hati kepulangan kita ke akhirat nanti?
Bukankah segala amal yang kita perbuat itu adakah ia tergolong amal salih atau
amal salah justru tergantung pada kalbu ini?
Kita pergi berjuang, berperang melawan keangkara murkaan, berkuah
peluh bersimbah darah. Tetapi, sepanjang bertempur hati menjadi riyak, ingin
dipuji dan disebut pahlawan;tidakkah disedari bahwa amalan seperti ini di sisi
Allah kering nilainya, tidak ada harganya sama sekali?
Menjadi mubaligh, berceramah menyampaikan ajaran Islam.
Didengar oleh ratusan bahkan ribuan orang. Pergi jauh ke berbagai tempat,
menghabiskan sekian banyak waktu dan menguras tenaga serta fikiran. Namun, sama
sekali tidak akan ada harganya di sisi Allah kalau hati tidak ikhlas. Sekadar
ingin dipuji dan dihormati, sehingga merasa diri paling mulia, atau bahkan
lebih fatal lagi, kerana motivasi sekadar untuk mendapat bayaran dan imbalan.
Berangkat haji, memakan waktu berpuluh hari dan menempuh
jarak beribu kilometer. Tubuh pun terpanggang matahari yang membakar dan
berdesak-desakan dengan berjuta-juta manusia. Tetapi, kalau tidak disertai niat
kerana Allah, sekadar ingin dipuji kerana mendapat title Haji, maka
na’udzubillah, semua ini sama sekali tidak berharga di sisi Allah.
Mengapa pekerjaan yang telah ditebus dengan pengorbanan
sedemikian besar malah membuahkan kesia-siaan? Ternyata sebab-musababnya
berpangkal pada kelalaian dan ketidak mampuan mengendalikan suasana hati.
Sebab, sekali seseorang beramal disertai riyak, wujub, atau sum’ah (sekadar
mencari publisiti) , maka tidak boleh tidak, fikirannya hanya akan disibukkan
oleh persoalan tentang bagaimana caranya agar manusia datang memujinya. Begitu
pujian itu tidak datang, serta merta hati pun dilanda sengsara. Bila sudah
begini, bilakah lagi dapat diperoleh ketenteraman hidup, selain sebaliknya,
hari-harinya akan senantiasa digaluti perasaan resah, gelisah, kecewa, dan
sengsara?
Niat yang Ikhlas Oleh kerana itu, sekiranya kita belum mampu
melakukan amal-amal yang besar, tidakkah lebih baik memelihara amal-amal yang
mungkin nampak kecil dan simple dengan cara terus-menerus menyempurnakan dan
memelihara niat agar senantiasa ikhlas dan benar? Inilah Amalan akan dapat
membuahkan ketenangan batin, sehingga Allah akan membuahkan pula suasana
kehidupan yang sejuk, lapang, indah dan mengesankan.
Mudah-mudahan dengan kesanggupan kita menyempurnakan dan
memelihara keikhlasan niat di hati tatkala mengerjakan amal-amal yang kecil
tersebut, suatu saat Allah Taala berkenan mengkurniakan kesanggupan untuk mampu
ikhlas manakala datang masanya kita harus mengerjakan amal-amal yang lebih
besar.
Besar atau kecil suatu amalan yang dikerjakan dalam hidup
ini, sekiranya didasari hati yang ikhlas seraya diiringi niat dan cara yang
benar, nescaya akan melahirkan sikap Ikhsan. Yakni, kita akan selalu merasakan
kehadiran Allah dalam setiap gerak-geri, sehingga dalam setiap denyut nadi ini,
kita akan selalu teringat kepada Allah.
Inilah suatu Amalan yang akan membuat hati selalu merasakan
kesejukan dan ketenteraman. demikian Allah telah memberikan jaminan. Ingat,
hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram!
Demi Allah tidak ada pilihan lain. Kita harus senantiasa
berwaspada hati ini. Jangan sampai diam-diam membinasakan diri tanpa kita
sedari. Sudah pahala yang didapat sedikit, hati pun tak boleh terkendalikan,
sehingga semakin rusaklah nilai amalan kita dari waktu ke waktu. Na’udzubillaah!
Dengan demikian, selain kita terbiasa mandi untuk
membersihkan jasad lahir, kita pun harus memiliki kesibukan untuk memandikan hati
ini. Selain kita makan untuk mengenyangkan perut, kita pun harus menyantap
sesuatu yang dapat membuat hati ini terisi. Selain kita berdandan untuk
merapikan penampilan, kita pun harus sibuk bersolek merapikan hati kita. Dan
selain kita rajin becermin untuk memperelok wajah, kita pun jangan lupa untuk
rajin-rajin pula becermin untuk memperelokan hati.
Semua ini tiada lain agar kita memiliki kemampuan untuk
senantiasa menyelisik niat mahupun perilaku buruk dan busuk yang, disedari
ataupun tidak, mungkin pernah kita perbuat. Itu akan lebih menolong daripada
kita sibuk mengintip-intip keburukan orang lain, yang berarti hanya menipu diri
sendiri belaka dan sama sekali tidak akan mendatangkan ketenangan Bathin kita.