بِــــــسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيـــمِ
SELAMAT DATANG DI RUMAH ALLAH, DAN JANGAN LUPA !!! ISTIGFAR SETIAP HARI

Sabtu, 16 Desember 2017

KUNCI KETENANGAN HATI


Begitu hati dan fikiran kita mulai tergelincir ke dalam perasaan seperti itu, cepat-cepatlah kendalikan. Segera, alihkan suasana hati ini dengan cara mengenang segala kebaikan yang pernah dilakukannya terhadap kita, sekecil apa pun. Ingat-ingatlah ketika ia pernah tersenyum kepada kita. Kenanglah jabat tangannya yang begitu tulus atau iklasnya yang begitu penuh persahabatan. Atau, bukankah tempoh hari ia pernah menawarkan untuk mengantarkan kita pulang dengan motornya ketika kita tengah berdiri menunggu bas kota?

Pendek kata, ingat-ingatlah hanya hal-hal yang baik-baiknya saja, yang dulu pernah ia lakukan, seraya memupus sama sekali dari memori fikiran kita segala keburukan yang mungkin pernah ia perbuatkan.


Allah Taala sungguh Maha Kuasa membolak-balikkan hati hamba-hamba-Nya. Kita akan kagum sendiri ketika mendapati hasilnya. Betapa cepatnya hal ini berubah justru sesudah kita berjuang untuk mengubah segala sesuatu yang buruk menjadi nampak baik.

Bertambah dewasa ternyata tidak cukup hanya dengan bertambahnya umur, ilmu, atau pun pangkat dan kedudukan. Kita bertambah dewasa justru ketika mampu mengenali hati dan mengendalikannya dengan baik. Inilah sesungguhnya kunci bagi terkuaknya ketenangan batin.



Suatu ketika kita dilanda asmara, misalnya. Kalaulah tidak pernah mahu bertanya kepada diri sendiri, maka akan habislah kita diterjang oleh gelombang hawa nafsu. Demikian juga kalau kita sedang diliputi sifat sifat amarah. Sekiranya tidak pernah mahu mengendalikan hati, akan celakalah kita dibuatnya kerana akan menjadi orang yang berlaku aniaya terhadap orang lain.

Oleh sebab itu, kita harus benar-benar memiliki waktu dan kesungguhan untuk boleh kita memperhatikan segala gerak-geri dan perilaku hati ini. Jangan-jangan kita sudah tergelincir menjadi sombong tanpa kita sedari. Jangan-jangan kita sudah memusnahkan segala amal-amal yang pernah dilakukan tanpa kita sedari. Jangan-jangan kita sudah termasuk orang yang gemar berlaku zalim terhadap orang lain tanpa kita sedari. Apabila ini terjadi, maka apa lagi kekayaan yang boleh menjadi ketenangan hati kepulangan kita ke akhirat nanti? Bukankah segala amal yang kita perbuat itu adakah ia tergolong amal salih atau amal salah justru tergantung pada kalbu ini?



Kita pergi berjuang, berperang melawan keangkara murkaan, berkuah peluh bersimbah darah. Tetapi, sepanjang bertempur hati menjadi riyak, ingin dipuji dan disebut pahlawan;tidakkah disedari bahwa amalan seperti ini di sisi Allah kering nilainya, tidak ada harganya sama sekali?

Menjadi mubaligh, berceramah menyampaikan ajaran Islam. Didengar oleh ratusan bahkan ribuan orang. Pergi jauh ke berbagai tempat, menghabiskan sekian banyak waktu dan menguras tenaga serta fikiran. Namun, sama sekali tidak akan ada harganya di sisi Allah kalau hati tidak ikhlas. Sekadar ingin dipuji dan dihormati, sehingga merasa diri paling mulia, atau bahkan lebih fatal lagi, kerana motivasi sekadar untuk mendapat bayaran dan imbalan.



Berangkat haji, memakan waktu berpuluh hari dan menempuh jarak beribu kilometer. Tubuh pun terpanggang matahari yang membakar dan berdesak-desakan dengan berjuta-juta manusia. Tetapi, kalau tidak disertai niat kerana Allah, sekadar ingin dipuji kerana mendapat title Haji, maka na’udzubillah, semua ini sama sekali tidak berharga di sisi Allah.



Mengapa pekerjaan yang telah ditebus dengan pengorbanan sedemikian besar malah membuahkan kesia-siaan? Ternyata sebab-musababnya berpangkal pada kelalaian dan ketidak mampuan mengendalikan suasana hati. Sebab, sekali seseorang beramal disertai riyak, wujub, atau sum’ah (sekadar mencari publisiti) , maka tidak boleh tidak, fikirannya hanya akan disibukkan oleh persoalan tentang bagaimana caranya agar manusia datang memujinya. Begitu pujian itu tidak datang, serta merta hati pun dilanda sengsara. Bila sudah begini, bilakah lagi dapat diperoleh ketenteraman hidup, selain sebaliknya, hari-harinya akan senantiasa digaluti perasaan resah, gelisah, kecewa, dan sengsara?



Niat yang Ikhlas Oleh kerana itu, sekiranya kita belum mampu melakukan amal-amal yang besar, tidakkah lebih baik memelihara amal-amal yang mungkin nampak kecil dan simple dengan cara terus-menerus menyempurnakan dan memelihara niat agar senantiasa ikhlas dan benar? Inilah Amalan akan dapat membuahkan ketenangan batin, sehingga Allah akan membuahkan pula suasana kehidupan yang sejuk, lapang, indah dan mengesankan.



Mudah-mudahan dengan kesanggupan kita menyempurnakan dan memelihara keikhlasan niat di hati tatkala mengerjakan amal-amal yang kecil tersebut, suatu saat Allah Taala berkenan mengkurniakan kesanggupan untuk mampu ikhlas manakala datang masanya kita harus mengerjakan amal-amal yang lebih besar.



Besar atau kecil suatu amalan yang dikerjakan dalam hidup ini, sekiranya didasari hati yang ikhlas seraya diiringi niat dan cara yang benar, nescaya akan melahirkan sikap Ikhsan. Yakni, kita akan selalu merasakan kehadiran Allah dalam setiap gerak-geri, sehingga dalam setiap denyut nadi ini, kita akan selalu teringat kepada Allah.

Inilah suatu Amalan yang akan membuat hati selalu merasakan kesejukan dan ketenteraman. demikian Allah telah memberikan jaminan. Ingat, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram!



Demi Allah tidak ada pilihan lain. Kita harus senantiasa berwaspada hati ini. Jangan sampai diam-diam membinasakan diri tanpa kita sedari. Sudah pahala yang didapat sedikit, hati pun tak boleh terkendalikan, sehingga semakin rusaklah nilai amalan kita dari waktu ke waktu. Na’udzubillaah!



Dengan demikian, selain kita terbiasa mandi untuk membersihkan jasad lahir, kita pun harus memiliki kesibukan untuk memandikan hati ini. Selain kita makan untuk mengenyangkan perut, kita pun harus menyantap sesuatu yang dapat membuat hati ini terisi. Selain kita berdandan untuk merapikan penampilan, kita pun harus sibuk bersolek merapikan hati kita. Dan selain kita rajin becermin untuk memperelok wajah, kita pun jangan lupa untuk rajin-rajin pula becermin untuk memperelokan hati.



Semua ini tiada lain agar kita memiliki kemampuan untuk senantiasa menyelisik niat mahupun perilaku buruk dan busuk yang, disedari ataupun tidak, mungkin pernah kita perbuat. Itu akan lebih menolong daripada kita sibuk mengintip-intip keburukan orang lain, yang berarti hanya menipu diri sendiri belaka dan sama sekali tidak akan mendatangkan ketenangan Bathin kita.